Bingung terkait Hak Asuh Anak? Konsultasi Bersama Profesional
Bagi setiap orang tua, kehilangan hak untuk mengasuh buah hati adalah mimpi buruk terbesar dalam perceraian. Seringkali muncul ancaman dari pasangan, “Kamu tidak akan pernah melihat anak lagi!” atau “Saya akan ambil anak-anak!“. Ancaman seperti ini membuat panik dan bingung.
Masalah hak asuh anak memang kompleks, tapi ketakutan berlebih tidak akan membantu. Tarik napas, dan mulailah konsultasi tenang dengan profesional untuk memahami posisi Anda sebenarnya.
Bagaimana hukum hak asuh anak yang orangtuanya telah bercerai?
Pasal 45 ayat (2) Undang-undang No 1 tahun 1974 yang mengatur Hak dan Kewajiban Antara Orangtua dan Anak menjelaskan, pada ayat (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Sementara itu ayat (2) menyatakan, Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Mengacu pada pasal ini, kewajiban suami istri yang telah bercerai adalah tetap memelihara dan mendidik anak-anaknya. Demikian juga dengan anak-anaknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 (1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik dan ayat (2) menyatakan, Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Anak Bukan Aset Perebutan
Prinsip utama hukum keluarga adalah The Best Interest of the Child (Kepentingan Terbaik bagi Anak). Hakim tidak melihat keinginan egois orang tua, melainkan siapa yang paling mampu menjamin tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun mental.
Profesional hukum akan membantu Anda menyusun argumen bukan dengan menjelekkan pasangan, tapi dengan menonjolkan kemampuan Anda sebagai pengasuh utama yang stabil. Pemahaman mendalam tentang hal ini bisa Anda dapatkan juga di panduan lengkap proses perceraian.
Kriteria Hukum Penentuan Hak Asuh
Hukum di Indonesia (KHI dan UU Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974) memiliki kecenderungan memberikan hak asuh anak di bawah umur (mumayyiz) kepada ibunya, kecuali terbukti ibu tersebut tidak cakap. Namun, ini bukan aturan mutlak.
Banyak ayah yang berhasil mendapatkan hak asuh karena bisa membuktikan bahwa lingkungan ibu membahayakan anak. Konsultan hukum akan membedah fakta-fakta rumah tangga Anda untuk melihat peluang tersebut secara realistis.
Hak Nafkah Anak (Child Support)
Mendapatkan hak asuh bukan berarti menanggung beban biaya sendirian. Pihak yang tidak memegang hak asuh tetap wajib memberikan nafkah. Seringkali, nominal nafkah ini menjadi sumber konflik baru.
Melalui konsultasi, Anda bisa menghitung kebutuhan riil anak dan mengajukannya dalam gugatan. Hal ini penting agar masa depan pendidikan dan kesehatan anak tetap terjamin pasca perpisahan.
Hak Kunjungan (Visitation Rights)
Jika hak asuh jatuh ke tangan mantan pasangan, apakah Anda kehilangan anak selamanya? Tentu tidak. Undang-undang menjamin hak akses atau hak kunjungan.
Pengacara akan membantu merancang jadwal kunjungan yang detail dalam putusan pengadilan, sehingga mantan pasangan tidak bisa seenaknya melarang Anda bertemu buah hati. Konsistensi aturan ini sangat penting, itulah sebabnya mengapa konsultasi hukum keluarga penting dilakukan sebelum putusan dijatuhkan.
Memperjuangkan Hak Sebagai Ayah/Ibu
Entah Anda seorang Ibu yang takut tidak bisa membiayai anak, atau seorang Ayah yang takut dipisahkan dari anak, setiap kasus punya solusinya. Jangan hadapi ketakutan ini sendirian.
Kasus perebutan hak asuh membutuhkan ketangguhan mental dan strategi hukum yang cerdas di persidangan. Layanan Jasa Litigasi kami memiliki rekam jejak dalam menangani sengketa hak asuh yang sensitif dengan pendekatan yang melindungi psikologis anak.
Pastikan buah hati Anda berada di tangan yang tepat. Diskusikan kekhawatiran Anda sekarang juga melalui halaman kontak kami. Lindungi masa depan mereka bersama KANA Advisory.



